Posisi saat ini: Rumah Pesan

China Tandang ke Markas Timnas Indonesia: Ingat Nih, CSL Tak Bertahan Lama di Kemewahan, Naga Bakal Takluk ?

2025-06-06 07:30:02
10
Hulk tiba di Tiongkok mendapat sambutan meriah dari ratusan fans Shanghai SIPG. Pada masa itu, Liga Super China menjadi magnet luar biasa.

Jakarta - Malam ini, sebagian besar mata penduduk di Indonesia dan China akan tertuju ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Musababnya jelas, yakni bentrok antarpenggawa di atas lapangan hijau.

Yup, publik akan menjadi saksi pertempuran sampai akhir Timnas Indonesia Vs China, dalam 'karung' pergulatan menuju putaran final Piala Dunia 2026. Laga ini tak sembarangan, karena siapapun yang menang, pintu terbang ke AS, Kanada dan Meksiko, tetap terbuka.

Saat ini, Timnas Indonesia berada di posisi ke-4 klasemen sementara Grup C dengan mengumpulkan 9 poin. Sementara itu, China datang ke Jakarta berbekal enam poin. Artinya, kedua negara, setidaknya, punya kans melangkah ke putaran 4 fase kualifikasi piala dunia zona Asia.

Bagi publik Tanah Air, sepak bola China tak asing. Apalagi, negeri Tirai Bambu ini pernah membuat heboh seantero jaga. Gara-garanya, mereka membuat Chinese Super League (CSL) atau Liga Super China dengan gegap-gempita alias mendadak bertabur bintang.

Tanpa dikomando, banyak pemain kelas dunia yang berbasis di Eropa, ramai-ramai menanggalkan jersey klub-klub besar mereka. Proses pembangunan dan ekspansi awal CSL dimulai dengan re-branding Liga Jia-A, medio tahun 2004.

 


Jejak Pertama Menuju CSL

Ezequiel Lavezzi yang telah pensiun pada Januari 2020 bersama klub Liga Super China, Hebei China Fortune tercatat pernah berseragam PSG selama 3,5 musim mulai 2012/2013 hingga tengah musim 2015/2016. Hebei China Fortune yang mendatangkannya pada Februari 2016 dengan nilai transfer 5,5 juta euro atau kini setara Rp90 miliar, yang lantas menjadi klub terakhirnya hingga memutuskan pensiun. (AFP/STR)

Pada musim pertamanya, CSL diikuti 12 tim yang bersaing untuk menjadi juara. Seiring waktu, liga ini berkembang menjadi 16 tim yang berlaga secara reguler, dengan total 31 klub yang pernah berkompetisi sejak awal berdirinya liga.

Ekspansi awal CSL mendapat dukungan upaya besar pemerintah dan Asosiasi Sepak Bola China (CFA) untuk memprofesionalkan sepak bola domestik yang sebelumnya terjebak dalam masalah korupsi dan pengaturan skor. Pemerintah China, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping sejak 2013, menginisiasi langkah-langkah strategis membangkitkan sepak bola nasional.

Langkah ini termasuk memasukkan sepak bola ke kurikulum sekolah dan membangun akademi serta fasilitas latihan yang luas. Investasi besar dari konglomerat dan perusahaan besar China, seperti Evergrande Group dan Suning Group, juga menjadi pendorong utama berkembangnya liga.

Klub-klub mulai mendatangkan pemain dan pelatih kelas dunia, yang meningkatkan kualitas kompetisi dan menarik perhatian masyarakat luas. Infrastruktur stadion pun diperbaiki dan dibangun secara masif, contohnya pembangunan Guangzhou Evergrande Football Stadium yang menjadi simbol keseriusan China dalam mengembangkan sepak bola.

Secara keseluruhan, proses pembangunan CSL melibatkan reformasi struktur liga, peningkatan profesionalisme, investasi sektor swasta, serta dukungan kuat dari pemerintah, terutama sepak bola sejak usia dini. Hal ini menjadikan CSL sebagai satu di antara liga sepak bola paling berkembang dan populer di Asia dalam waktu relatif singkat.

 


Profesional dan Menarik Magnet Investor

Gelandang Shanghai SIPG, Oscar saat menendang bola ke arah pemain Guangzhou R&F pada pertandingan Liga Super China di Guangzhou, Guangdong, China, (18/6). Akibat pertandingan ini, satu pemain dari kedua tim terkena kartu merah. (AFP Photo/Str/China Out)

CSL berusaha mengadopsi model profesionalisme dan komersialisasi ala liga-liga Eropa. Poin ini termasuk mengatur hak siar dan sponsor secara mandiri melalui badan pengelola baru, Chinese Professional Football League (PFL).

Pada 2016/2017, upaya pembentukan PFL sebagai badan independen yang dimiliki oleh klub-klub CSL dan divisi bawah dilakukan. Strategi ini untuk memisahkan pengelolaan liga dari CFA, agar liga lebih komersial dan profesional.

CFA tetap menjadi badan pengatur utama yang mengawasi aturan pertandingan dan regulasi, sementara PFL mengelola aspek komersial dan operasional liga. CSL menjadi liga olahraga profesional paling populer di China dengan rata-rata penonton mencapai lebih dari 24.000 pada musim 2018.

Klub-klub CSL juga aktif berkompetisi di Liga Champions, memperkuat posisi sepak bola China di kancah Asia dan meningkatkan profil internasional liga. Restrukturisasi sepak bola di dalam negeri dan aliran dana besar mengalir ke klub-klub yang berusaha merekrut beberapa bintang terbesar dunia.

Beberapa nama besar yang datang pada tahap awal CSL antara lain Hulk, Oscar, Marouane Fellaini, Paulinho, Carlos Tevez dan beberapa lainnya. Kronologinya, pada 2016, klub-klub CSL menghabiskan lebih dari 900 juta pounds untuk mendatangkan bintang.

Pengeluaran ini berlanjut ke tahun berikutnya, dengan total pengeluaran selama jendela transfer musim dingin 2016/17 melampaui pengeluaran klub-klub Liga Inggris. Satu di antara nama terkenal pertama yang bergabung adalah ikon Zenit St Petersburg, Hulk.

 


Awal Kejutan Hulk

Striker Shanghai SIPG, Hulk, merayakan gol yang dicetaknya ke gawang Henan Jianye pada laga Liga China di Shanghai, China, Minggu (10/7/2016). (AFP/STR)

Pemain yang bisa bermain di sayap dan striker ini memberi kejutan. Awalnya, banyak pihak memprediksi ia akan bergabung dengan klub elit Eropa. Namun, semua terkejut ketika eks Porto itu memilih pindah ke Shanghai SIPG, bergabung dengan sejumlah pemain Brasil yang telah lebih dulu menetap di China.

Memang, langkah ini terasa aneh, tapi mungkin bukan pertanda apa-apa. Lagipula, Hulk sendiri mengakui kepindahannya ke Rusia didorong alasan finansial. Tak lama kemudian, rekan senegaranya Ramires juga pindah ke Asia, begitu pula eks Chelsea, Oscar, pada jendela transfer Januari 2017.

Bahkan, transfer Oscar masih tercatat sebagai transfer termahal dalam sejarah CSL. Nama-nama besar lain pun menyusul. Jackson Martinez, Marouane Fellaini, Paulinho, dan lainnya meninggalkan karier menjanjikan mereka di Eropa demi kontrak menggiurkan di negara dengan populasi terbesar di dunia.

Sekadar informasi, ada 10 transfer dengan biaya tinggi di CSL. Oscar berada di peringkat teratas dengan mahar 54 juta pounds. Lalu ada Hulk (50,2 juta pounds), Alex Teixeira (45 juta pounds), Paulinho (37,8 juta pounds), Jackson Martinez (37,8 juta pounds) dan Cedric Bakambu (36 juta pounds).

Di peringkat ke-7 harga termahal, ada Yannick Carrasco (27 juta pounds), Anthony Modeste (26,1 juta pounds), Ramires (25,2 juta pounds) dan Marko Arnautovic (22,5 juta pounds). Namun, meski pengeluaran besar terjadi, ide awal Xi Jinping akhirnya gagal terwujud.

 


Terlalu Penuh Bintang

6. Hulk (Shanghai SIPG) - Rating 88 (AFP)

Meski ada aturan pendaftaran yang membatasi jumlah pemain asing per tim, CSL dianggap terlalu dipenuhi bintang asing. Fakta itu menghambat perkembangan talenta lokal.

Apalagi, ada beberapa bintang besar yang ternyata punya pikiran kritis. Satu di antaranya datang dari Carlos Teves. "Saya seperti liburan selama tujuh bulan di China. Tidak masalah bagi pelatih dan presiden Shanghai untuk mengkritik saya, saya sendiri tidak tahu apa yang saya lakukan di sana," katanya.

Ucapan Carlitos merujuk kepada ketiadaan aroma persaingan yang sebenarnya di lapangan. Baginya, CSL adalah sekumpulan bintang yang hanya pindah dan ingin mendapatkan uang besar secara instan.

Komentar Tevez mengecewakan bangsa yang awalnya sangat bangga gemerlapnya CSL. Tevez menegaskan, Liga Super China tidak kompetitif dan tidak ada perkembangan nyata bagi pemain China.

Pada tahun-tahun berikutnya, skala pengeluaran menurun drastis. Pada 2018, pajak baru diberlakukan untuk membatasi pengeluaran berlebihan klub-klub China pada pemain asing.

Regulasi ini mewajibkan klub yang menghabiskan lebih dari 5 juta pounds untuk pemain asing, membayar sejumlah uang yang sama ke Asosiasi Sepak Bola China. Langkah ini bertujuan membatasi arus masuk bintang asing yang mencari kontrak menggiurkan.

 


Daya Tarik Berkurang

Gelandang Shanghai SIPG, Oscar tergeletak di lapangan saat dikerumuni pemain Guangzhou R&F pada pertandingan Liga Super China di Guangzhou, Guangdong, China selatan, (18/6). Pertandingan ini berakhir dengan skor 1-1. (AFP Photo/Str/China Out)

Namun, kebijakan ini juga mengurangi daya tarik klub-klub China, menyebabkan penurunan jumlah penonton dan kesulitan finansial. Klub-klub besar seperti Shanghai dan Jiangsu menghadapi tantangan dalam memenuhi kewajiban gaji dan kehilangan dukungan dari pemilik kaya.

Efeknya, semua kelimpungan. Banyak klub CSL sangat bergantung pada pemilik dari sektor properti dan bisnis besar. Krisis ekonomi yang melanda sektor properti China secara signifikan mengurangi kemampuan finansial para pemilik untuk mendanai klub.

Contohnya, klub-klub besar seperti Jiangsu Suning yang sebelumnya juara CSL terpaksa berhenti beroperasi karena tidak mampu membayar gaji dan biaya operasional. Semua itu berlaku di hampir seluruh klub.

Suasana semakin buram akibat pandemi Covid-19. Situasi itu memperburuk kondisi keuangan klub dengan pembatasan penonton di stadion, penundaan pertandingan, dan penurunan pendapatan dari sponsor dan tiket.

Pandemi juga memperlambat ekonomi China secara keseluruhan, memperparah kesulitan finansial klub yang sudah rapuh. Imbasnya, banyak klub yang tak lagi kompetitif, termasuk setelah masa pandemi selesai.

 


Timnas Indonesia Harus Waspada

Paulinho. Gelandang Brasil berusia 34 tahun yang sejak Januari 2022 membela Corinthians ini tercatat menjadi salah satu pemain uzur dengan nilai transfer termahal hingga saat ini. Momen itu terjadi kala Guangzhou Evergrande mempermanenkannya dari Barcelona dengan mahar 42 juta euro atau kini setara Rp624 miliar pada tengah musim 2018/2019 saat ia berusia 30 tahun. (AFP/Str)

Sampai saat ini, 'penyait' internal klub belum selesai. Pada 2025, beberapa klub besar seperti Guangzhou FC, Cangzhou Mighty Lions, dan Hunan Xiangtao dilarang ikut kompetisi karena gagal memenuhi persyaratan finansial, termasuk utang dan gaji yang belum dibayar.

Guangzhou FC, pengoleksi delapan gelar juara CSL dan dua trofi Liga Champions Asia, harus bubar akibat beban utang yang besar. Pada akhirnya, banyak pemain asing meninggalkan CSL karena ketidakpastian finansial.

Dua tahun silam, atau periode 2023, keberadaan Liga Arab Saudi, membuat CSL semakin tertinggal. Sama dengan awal Liga Super China, iklim sepak bola di Arab Saudi mendadak heboh.

Kehadiran Liga Pro Saudi menjadi alasan CSL semakin tak menarik. Apalagi, Liga Pro Arab Saudi sanggup mendatangkan beberapa pemain dengan magnet besar, seperti Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, N’Golo Kante, dan sempat Neymar,

Kini, CSL tak memiliki nama besar lagi alias jadi liga yang dianggap 'biasa-biasa' saja. Di level Asia, dua tim mereka di AFC Champions League Elite, tumbang di babak perdelapan final. Shanghai Shenhua disingkirkan Kawasaki Frontale dengan agregat 1-4. Lalu Shanghai Port kalah dari Yokohama F. Marinos, melalui skor agregat 1-5.

Malam ini, Timnas Indonesia akan menghadapi China, yang menggunakan seluruh kekuatan dari liga lokal. Namun, satu yang layak diwaspadai armada Patrick Kluivert, para pemain Branko Ivanovic sebagian besar berasal dari empat tim terkuat di Liga Super China, yakni Shanghai Shenhua, Shanghai Port, Beijing Guoan dan Chengdu Rongcheng.

So, Timnas Indonesia wajib waspada!

Komentar

captcha
Kirim komentar
  • Gambar profil
    {{ currentUser.username }} {{ comment.created_at }} IP:{{ comment.ip_addr }}

    {{ comment.content }}

Belum ada komentar

Pembaruan terkini