Jakarta - Langkah PSIS Semarang semakin tertatih-tatih untuk menyelamatkan nasibnya pada sisa BRI Liga 1 2024/2025. Klub yang dijuluki Mahesa Jenar tersebut berada di ambang zona degradasi dan berpotensi mengulangi nasib pilunya pada musim 2008/2009.
Berbagai persoalan yang belakangan ini menjerat PSIS Semarang semakin menyulitkan perjalanan mereka. Konflik antara manajemen dengan suporter, hingga hengkangnya pemain-pemain asing, menandai keruntuhan PSIS pada putaran kedua ini.
Yang paling anyar, mereka mendepak sang pelatih, Gilbert Agius, yang sudah bertugas selama lebih dari dua tahun menukangi Mahesa Jenar di Liga 1. Kemudi pelatih pun diserahkan kepada Muhammad Ridwan yang ditunjuk menjadi caretaker.
Sayangnya, Ridwan, yang sebelumnya menjadi asisten pelatih, tak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan nasib anak asuhnya. Tugas pertamanya sebagai caretaker harus berakhir dengan kekalahan 0-4 dari Bali United pada pekan ke-31 BRI Liga 1 2024/2025.
Imbasnya, posisi PSIS Semarang kini telah melorot ke dasar klasemen sementara karena disalip PSS Sleman. Bisa jadi, nasib yang dialami PSIS pada musim ini tak ubahnya deja vu kemalangan mereka pada musim 2008/2009.
Duka Lara Terulang Kembali

Nasib yang saat ini dialami PSIS Semarang pada BRI Liga 1 2024/2025 seperti mengulang kembali pengalaman buruk ketika mengarungi Liga Super Indonesia edisi 2008/2009.
Saat itu, PSIS bersama PKT Bontang sebetulnya ditunjuk untuk menggantikan Persmin Minahasa dan Persiter Ternate yang dianggap tidak layak memenuhi lima aspek Badan Liga Indonesia (BLI), mulai dari aspek infrastruktur hingga finansial.
Sayangnya, karena tak mendapatkan dukungan finansial dari APBD Pemkot Semarang, Mahesa Jenar saat itu sedang ditinggal oleh para pemain bintangnya seperti Muhammad Ridwan, Khusnul Yakin, hingga Emanuel De Porras.
Ketika itu, PSIS hanya bisa mengandalkan para pemain muda yang dipromosikan dari tim junior. Minimnya kekuatan inilah yang membuat mereka terengah-engah menghadapi persaingan ketat di Liga Super Indonesia 2008/2009.
Jadi Juru Kunci
Sepanjang musim, skuad asuhan Edi Paryono kala itu sempat merasakan beberapa kekalahan memalukan dengan skor telak, baik itu saat tumbang dari Persiwa Wamena (0-6), Persija Jakarta (0-5), dan Persiba Balikpapan (0-5).
Tak hanya itu, Mahesa Jenar juga dihantui catatan memprihatinkan pada ajang ISL 2008/2009. Ada torehan enam kekalahan beruntun yang ketika itu menghantui Idrus Gunawan dan kawan-kawan.
Dengan kekuatan tersebut, PSIS Semarang akhirnya terpental ke zona merah. Dari total 34 pertandingan, Mahesa Jenar hanya sanggup mengamankan empat kemenangan. Sembilan lainnya berujung seri, dan 21 sisanya kalah.
Secara keseluruhan, PSIS hanya bisa mengumpulkan 21 poin saja. Mereka akhirnya terdegradasi bersama Deltras Sidoarjo di peringkat ke-16 dengan 29 poin, serta Persita Tangerang di urutan ke-17 dengan 25 poin.
Deja Vu PSIS
Jika dibandingkan, nasib yang dialami PSIS Semarang pada musim ini memang tak kalah pelik dengan edisi 2008/2009. Apalagi, kini mereka juga sudah nyaris terdegradasi meskipun peluangnya untuk bertahan masih tetap terbuka.
Kemungkinan untuk selamat memang masih terbuka. Sebab, mereka masih menyisakan dua pertandingan melawan sesama tim papan bawah yang bisa membantunya lolos dari peringkat ketiga terbawah.
Momen itu tersaji saat menghadapi PSS Sleman (pekan ke-32) dan Barito Putera (pekan ke-34). Hanya saja, satu laga lainnya melawan Malut United (pekan ke-33) bakal menyajikan tantangan tersendiri bagi PSIS.
Pasalnya, tim beralias Laskar Kie Raha itu baru saja melewati putaran kedua yang sempurna karena sudah 13 laga tak terkalahkan. Yang terbaru, Malut United juga sukses menggebuk calon terkuat jawara musim ini, Persib Bandung dengan skor 1-0.
{{ comment.content }}